Jakarta, 24 September 2025 – Article 33 Indonesia bersama Konsorsium Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia (KMPPI) memberikan paparan dalam webinar FKP untuk meningkatkan pemahaman publik, membuka ruang dialog, serta memperkuat komitmen bersama dalam mendukung wajib belajar sebagai prioritas nasional. Diskusi ini menyoroti tantangan ketimpangan akses pendidikan, tingginya angka anak tidak sekolah (ATS), hingga strategi kebijakan yang perlu diambil agar pendidikan lebih inklusif, bermutu, dan merata.
Dalam sambutannya, Satyani Oktaviningsih, Koordinator Forum Kajian Pembangunan, menekankan bahwa masukan dari forum ini diharapkan dapat memperkaya proses revisi UU Sisdiknas. Senada dengan itu, Santoso dari Article 33 Indonesia menyatakan komitmennya untuk terus mengawal proses di Komisi X DPR RI agar aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan dapat terserap dengan baik.
Muhammad Alfi, Peneliti Article 33 Indonesia, menegaskan bahwa Wajib Belajar tidak hanya menjadi hak, tetapi juga instrumen penting untuk harmonisasi sosial. Tanpa pendidikan, anak berisiko menghadapi masalah serius seperti pengangguran, kriminalitas, dan ketidakharmonisan sosial. Meski Wajib Belajar terbukti dapat meningkatkan rata-rata lama sekolah di banyak negara, keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh faktor lain seperti tingkat PDB per kapita dan investasi negara dalam pendidikan. Di Indonesia, tantangan besar masih terlihat pada tingginya angka putus sekolah di jenjang SMA, yang disebabkan oleh kemiskinan, pernikahan dini, disabilitas, hingga ketimpangan wilayah. Karena itu, menurut Alfi, regulasi Wajib Belajar harus diiringi kebijakan lintas sektor, termasuk perlindungan sosial dan penganggaran pendidikan yang berpihak pada anak.
![[Siaran Pers] Forum Kajian Pembangunan 2025 A33 Seri 1 "Wajib belajar: memastikan setiap anak bersekolah"](https://www.article33.or.id/wp-content/uploads/2025/10/image-1-1024x576.png)
Tanggapan Kemendikdasmen
![[Siaran Pers] Forum Kajian Pembangunan 2025 A33 Seri 1 "Wajib belajar: memastikan setiap anak bersekolah"](https://www.article33.or.id/wp-content/uploads/2025/10/image-2-1024x576.png)
Nandhana Bhaswara, Kepala Bagian Program dan Pelaporan Sekretaris Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen, menyampaikan bahwa tiga aspek menjadi syarat utama tercapainya wajib belajar 13 tahun, yakni:
- Access – memastikan daya tampung dan partisipasi anak, termasuk anak yang belum sekolah.
- Mutu – peningkatan kualitas guru, infrastruktur, serta penjaminan mutu.
- Governance – partisipasi daerah, orang tua, dan masyarakat.
Kemendikdasmen telah menjalankan berbagai program untuk memperluas akses, mulai dari dukungan pembiayaan pendidikan dasar dan menengah melalui BOS, PIP, hingga afirmasi untuk kelompok rentan.
“Hampir setengah dari dana pendidikan merupakan transfer ke daerah, sehingga pemerintah daerah harus benar-benar memastikan pemanfaatannya untuk mengurangi disparitas akses, termasuk di wilayah 3T,” jelasnya.
Tanggapan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang
![[Siaran Pers] Forum Kajian Pembangunan 2025 A33 Seri 1 "Wajib belajar: memastikan setiap anak bersekolah"](https://www.article33.or.id/wp-content/uploads/2025/10/image-1024x640.png)
Fera Maulidya dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Subang memaparkan tantangan daerahnya yang masih menghadapi angka ATS tinggi, mencapai 21.000 anak. Melalui berbagai inovasi seperti Dashboard ATS, keterlibatan guru penggerak, dukungan CSR, hingga kolaborasi lintas OPD, Subang berhasil menurunkan sekitar 4.000 ATS dalam 13 bulan terakhir.
“Permasalahan ATS di Subang kompleks, mulai dari anak yang menikah dini hingga kondisi kemiskinan ekstrem. Namun, kami membuktikan dengan kerja bersama lintas pihak, hasil nyata dapat dicapai,” ujarnya.
Tanggapan UNICEF Indonesia
![[Siaran Pers] Forum Kajian Pembangunan 2025 A33 Seri 1 "Wajib belajar: memastikan setiap anak bersekolah"](https://www.article33.or.id/wp-content/uploads/2025/10/image-3.png)
Nugroho Indera Wawan dari UNICEF Indonesia menekankan pentingnya memperkuat akses layanan PAUD berkualitas sebagai fondasi wajib belajar. Ia mengutip berbagai studi yang menunjukkan manfaat signifikan satu tahun pra sekolah bagi perkembangan kognitif, non-kognitif, hingga prestasi anak.
“Investasi pada PAUD memberi manfaat 8–19 kali lipat dibandingkan biaya yang dikeluarkan. Pendidikan anak usia dini adalah investasi jangka panjang untuk mencetak generasi yang lebih siap,” ungkapnya.
Seruan Aksi Bersama
Forum ini menyimpulkan bahwa keberhasilan implementasi wajib belajar 13 tahun memerlukan:
- Komitmen kuat pemerintah pusat dan daerah dalam memastikan akses dan kualitas pendidikan.
- Dukungan regulasi yang adaptif, termasuk pada isu pernikahan dini, anak bekerja, dan anak penyandang disabilitas.
- Kolaborasi lintas sektor, baik pemerintah, masyarakat sipil, dunia usaha, maupun lembaga internasional.
Bersama-sama dalam forum kajian pembangunan kali ini menyerukan agar Wajib Belajar tidak dipandang sekadar aturan administratif, melainkan sebagai janji kolektif untuk memastikan setiap anak Indonesia berhak duduk di bangku sekolah, membuka mimpi, dan menatap masa depan dengan percaya diri.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi:
Muhammad Alfi (Peneliti Article 33 Indonesia) Email: alfiaulia@article33.or.id |
Seluruh materi paparan dapat diunduh di: https://bit.ly/2025_slides
Tautan rekaman kegiatan di YouTube: https://bit.ly/FKP_A33_Pendidikan
About Article 33 Indonesia
Article 33 Indonesia adalah lembaga riset dan advokasi kebijakan yang berfokus pada isu pembangunan berkelanjutan, tata kelola sumber daya, dan perlindungan sosial. Misi kami adalah mendorong kebijakan berbasis bukti agar terciptanya kesejahteraan yang merata bagi seluruh warga negara.
Tentang KMPPI
Konsorsium Masyarakat Peduli Pendidikan (KMPPI) adalah sebuah inisiatif kolaboratif yang dibentuk pada akhir 2023 sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Policy Forum on Education (PFoE). KMPPI berfungsi sebagai wadah strategis bagi 20 lembaga anggotanya untuk bersinergi dan menciptakan solusi atas berbagai tantangan pendidikan nasional. Konsorsium ini bertujuan mendorong perbaikan sistem pendidikan di Indonesia melalui advokasi pada tujuh isu spesifik: (i) pendidikan inklusif; (ii) kesejahteraan guru, dosen, dan tenaga kependidikan; (iii) kurikulum pendidikan; (iv) penguatan ekosistem pendidikan; (v) digitalisasi pendidikan; (vi) penguatan PAUD dan karakter; dan (vii) tata kelola pendidikan.