Pemerintah menambah kuota ekspor batubara 100 juta ton tahun ini untuk menambah devisa. Namun, masih ada beberapa masalah tata kelola pertambangan khususnya batubara.
JAKARTA, KOMPAS – Kebijakan pemerintah membuka kuota ekspor batubara tambahan sebanyak 100 juta ton tahun ini mendapat sorotan sejumlah pihak. Kebijakan itu hendaknya tetap memperhatikan tata kelola yang akuntabel dan praktik penambangan yang tepat.
Pemerintah berharap ada tambahan devisa 1,5 miliar dollar AS dari penambahan kuota ekspor tersebut. Penambahan kuota ekspor batubara merupakan salah satu langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam upaya menambah devisa sekaligus mengurangi defisit transaksi berjalan.
Produksi batubara tahun ini ditargetkan 485 juta ton, sedangkan pasokan untuk memenuhi kebutuhan domestik mencapai 114 juta ton. Artinya, akan ada 371 juta ton batubara yang diekspor dan membengkak menjadi 471 juta ton apabila ditambahkan dengan kebijakan baru tersebut.
…
Tata kelola
Peneliti pada Publish What You Pay Indonesia, Rizky Ananda Wulan, mengatakan, masih ada sejumlah asalah dalam hal tata kelola pertambangan, khususnya batubara. Masalah tersebut antara lain ratusan izin usaha pertambangan (IUP) belum berstatus bersih tanpa masalah (clear and clean/CNC), piutang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 4,5 triliun per Juli 2018; serta 212.000 hektar lahan konsesi batubara terletak di kawasan hutan konserasi.
“Upaya pemerintah menggenjot produksi dan ekspor untuk menaikkan penerimaan negara tanpa dibarengi dengan sistem pengawasan ataupun penegakan hukum akan menimbulkan masalah di kemudian hari,” ucap Rizky.
Berdasarkan penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Article 33 Indonesia, terdapat perbedaan data pencatatan antarinstansi pemerintah, seperti Kementerian ESDM, Badan Pusat Statistik, dan Kementerian Perdagangan, terkait data ekspor. Data itu kemudian dibandingkan dengan data dari negara pengimpor batubara asal Indonesia.
Dalam kurun 10 tahun terakhir, terdapat selisih volume 432 juta ton batubara yang seharusnya masuk ke dalam penerimaan negara senilai Rp 10,9 triliun sampai Rp 23,7 triliun.
Pemerintah menyusun rencana jangka pendek dan menengah-panjang untuk memperlambat impor migas. Selain emperbaiki defisit transaksi berjalan, impor migas dikendalikan untuk menghemat devisa. Rencana jangka pendek yang direalisasikan tahun ini adalah pemerlakuan mandatori biodiesel 20 persen dan menambah kuota produksi batubara. Rencana jangka menengah-panjangnya, optimalisasi, dan pembangunan kilang.