Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumsel bersama Article 33 dan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) menggelar seminar bertema “ADD Berkeadilan untuk Percepatan Pembangunan di Desa Penghasil dan Terdampak Tambang.” Acara ini dilaksanakan di Sekayu, Muba, Sumsel pada Selasa, 21 Juni 2016.
Seminar ini dibuka oleh Bupati Muba Beni Hernedi diwakili oleh Asisten II Setda Muba Ir H Sulaiman Zakaria MT. Acara ini dihadiri pula oleh Ketua DPRD Muba Abusari SH MSi, Kepala Bappeda Kabupaten Muba, Akmal Edy, perwakilan SKPD di lingkungan Pemkab Muba, dan undangan lainnya. Dari FITRA Sumsel, hadir Dewan Daerah FITRA Sumsel Abdul Aziz Kamis dan Koordinator FITRA Sumsel Nunik Handayani.
Koordinator FITRA Sumsel, Nunik Handayani dalam paparannya mengatakan Muba adalah daerah yang kaya akan hasil sumber daya alam. Saat ini, pendapatan daerah Muba sangat tergantung dana perimbangan. Sementara Tren pendapatan dari dana perimbangan ini semakin menurun, di prediksi 2016, Rp 2,7 T, dan diprediksi 2017 kembali turun Rp 2,1 T. Ini yang perlu diantisipasi, untuk persiapan anak cucu, seperti tadi jangan sampai ada kutukan migas.
“Saat ini rata-rata sekitar 90% pendapatan daerah berasal dari dana perimbangan, PAD berkisar 4 persen, sangat kecil, demikian pula pendapatan lainnya. Sementara tambang ini kan akan habis, entah 50 tahun lagi, atau berapa tahun ke depan. Pemda harus mengantisipasi dan mempersiapkan, ketika hasil tambang habis, masyarakat desanya bisa survive dengan persiapan yang dilakukan dari awal,” ujarnya.
Menurut Nunik, dengan kondisi seperti saat ini jika tak ada perubahan akan sulit untuk mencapai visi Permata Muba. Dikatakannya, untuk pembangunan desa ada amanat UU Nomor 6 Tahun 2014,, khususnya mengenai ADD. Kabupaten Muba tahun 2013 sebetulnya sudah mengakomodir tambahan dana untuk desa penghasil SDA, yakni sebesar 100 juta untuk daerah penghasil dan Rp 80 juta untuk desa non penghasil.
“Namun di tahun 2014, jumlahnya berkurang menjadi Rp 97.272.727,- untuk desa penghasil dan Rp 70 juta untuk desa non penghasil. Artinya ada selisih Rp 20 jutaan untuk desa penghasil tambang dan desa non penghasil,” jelasnya.
Kalau melihat di Muba, ketergantungan terhadap APBD sangat tinggi, ketika ada penurunan akan kolaps, kalau tidak ada persiapan dari sekarang. Tawarannya, penggunaan ADD harus berorientasi untuk pembangunan jangka panjang, peningkatan kapasitas SDM, dukungan akses permodalan untuk usaha masyarakat dalam bentuk koperasi dan BUMDes, pembangunan dan pengembangan prasarana energi terbarukan dan kelestarian lingkungan, pengembangan lain di desa (pariwisata, industri sawit, pertanian, dsb).
“Ada usulan revisi Perbup untuk tambahan alokasi ADD untuk daerah penghasil dan terdampak tambang yang dikelompokkan menjadi Daerah Penghasil, Daerah Kawasan I, Daerah Kawasan II, dan Daerah non Kawasan,” kata Nunik.
Setelah paparan dari narasumber, tanya jawab dan diskusi, diperoleh kesimpulan dari seminar ini bahwa daerah penghasil dan terdampak tambang perlu mendapat bagian yang lebih dari ADD karena berbagai dampak merugikan akibat dari eksploitasi tambang di daerah mereka. Pemkab Muba juga perlu melakukan studi terhadap wilayahnya sehingga optimalisasi ADD dapat tercapai. Selain itu, perlu adanya lembaga independen yang mengawasi pelaksanaan ADD di Kabupaten Muba.
Penulis: Muhammad Ikhsan
Editor: Sarono P Sasmito