Desa Kaluppini, Kabupaten Enrekang menjadi lokasi pelaksanaan studi banding yang mempertemukan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Marena, Orong, dan Tangsa dengan Komunitas Masyarakat Adat Kaluppini untuk berbagi pengetahuan dan praktik pengelolaan berbasis komunitas pada 24 Desember 2024 lalu. Kegiatan ini diinisiasi oleh Article 33 Indonesia, yang bertindak sebagai lembaga perantara untuk menyalurkan dana proyek TERRA-CF 2024 dari Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Dengan 27 peserta yang hadir, termasuk pemimpin adat, pemuda adat, perempuan adat, serta pemangku kepentingan dari berbagai lembaga, kegiatan ini menandai upaya kolektif untuk memperkuat kapasitas dan pengelolaan usaha berbasis komunitas.
Pemilihan Kaluppini sebagai lokasi studi banding dilakukan karena komunitas ini telah berhasil mengolah komoditas lokal, aren, menjadi produk gula semut yang bernilai tambah. Usaha ini dikelola oleh Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Mabarakka Kaluppini yang didirikan pada Mei 2023 lalu. Dengan keberhasilan ini, Kaluppini menjadi contoh inspiratif dalam memanfaatkan potensi lokal secara berkelanjutan.
Keterlibatan perempuan adat dalam proses produksi gula semut sebagai pengelola utama juga menjadi salah satu daya tarik utama dalam kegiatan ini. Selain sebagai wadah peningkatan kapasitas, kegiatan ini juga memperlihatkan bagaimana tradisi adat dapat beradaptasi dengan kebutuhan pasar modern tanpa kehilangan esensinya.
Melalui kegiatan ini, peserta diajak untuk belajar dari tantangan dan peluang yang dihadapi KUBE Mabarakka Kaluppini, termasuk dalam pengelolaan bahan baku, pemasaran, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang berkaitan erat dengan proses produksi gula semut.
Kegiatan studi banding ini terbagi dalam tiga sesi utama, dimulai dengan sambutan dari Article 33 Indonesia, Ketua Adat KMA Kaluppini, dan Kepala KPH Mata Allo. Sambutan ini menegaskan pentingnya kolaborasi antar komunitas adat dalam mengatasi tantangan seperti kriminalisasi masyarakat adat dan kebutuhan regenerasi pengetahuan tradisional.
Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan materi mengenai perjalanan KUBE Mabarakka Kaluppini dalam mengolah gula aren menjadi gula semut. Pada sesi ini, turut dilakukan juga demonstrasi produksi gula semut yang bisa diikuti oleh peserta. Harapannya, demonstrasi ini dapat memberikan wawasan praktis bagi peserta, termasuk teknik produksi manual dan tantangan yang dihadapi. Hal yang perlu digarisbawahi dalam hal ini adalah KMA Kaluppini memiliki potensi besar dalam pengolahan gula semut, dengan permintaan pasar yang terus meningkat hingga ke Kota Makassar. Namun, mereka menghadapi tantangan berupa minimnya sarana produksi modern, terbatasnya keterampilan penyadapan, serta kualitas bahan baku yang terpengaruh cuaca, yang memerlukan peningkatan kapasitas dan dukungan infrastruktur. Harapannya, pengalaman-pengalaman penting seperti strategi dalam mengatasi kendala seperti minimnya alat produksi modern dan kontaminasi bahan baku juga turut menjadi pembelajaran penting bagi peserta.
Kegiatan ini ditutup dengan sesi diskusi mengenai berbagai topik yang sudah dibahas sebelumnya, termasuk regenerasi pengetahuan tradisional, akses permodalan, hingga strategi mempertahankan keberlanjutan usaha.
Sebagai hasil dari kegiatan studi banding ini, disepakati delapan rencana tindak lanjut yang bertujuan untuk memperkuat pengelolaan usaha berbasis komunitas kedepannya. Beberapa langkah utama meliputi pembentukan unit usaha gula semut di MHA Orong, survei alat produksi sebagai persiapan proyek percontohan, penyusunan dokumen tata kelola gula semut, serta penguatan jejaring lintas komunitas antara Kaluppini dan MHA dampingan Article 33 Indonesia (MHA Marena, Orong, dan Tangsa).
Melihat pada antusias peserta, studi banding ini menegaskan pentingnya jejaring dan kolaborasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat. Dengan memanfaatkan pengalaman KMA Kaluppini sebagai inspirasi, MHA Marena, Orong, dan Tangsa diharapkan dapat mengadaptasikan strategi serupa di wilayah masing-masing. Selain itu, bagian terpenting adalah keberlanjutan inisiatif ini memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga pendamping, untuk memastikan terciptanya sistem pengelolaan sumber daya yang lebih baik.
Kegiatan ini mencerminkan komitmen Article 33 Indonesia bersama seluruh pihak yang terlibat untuk memberdayakan masyarakat adat melalui pengelolaan potensi lokal secara berkelanjutan, sekaligus memperkuat tradisi dan identitas budaya mereka dalam menghadapi tantangan modernisasi.