
Depok, 20 Februari 2025 – LabSosio Universitas Indonesia, Article 33 Indonesia, Asia Research Centre Universitas Indonesia (ARC UI), dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) sukses menyelenggarakan diskusi bedah buku bertajuk “Dilemmas of Populist Transactionalism” yang menghadirkan langsung penulisnya, Luky Djani, bersama para pembahas ternama, antara lain Amalinda Savirani (Kepala Program Studi S3 Ilmu Politik, Departemen Politik dan Pemerintahan UGM dan Panji Anugrah Permana (Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP UI). Acara yang berlangsung di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP UI, ini menarik perhatian berbagai kalangan akademisi, mahasiswa, dan pemerhati politik.




Dalam diskusi yang dipandu oleh moderator Andi Rahman Alamsyah (Dosen Sosiologi, FISIP UI), para pembicara membahas berbagai aspek populisme dan tantangannya dalam sistem politik demokratis di Indonesia. Amalinda Savirani mengungkapkan bahwa buku ini merupakan bagian dari proyek Power Welfare of Democracy yang dikerjakan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama dengan Universitas Oslo yang telah berlangsung selama satu dekade. Ia menyoroti bagaimana populisme progresif di tingkat akar rumput menghadapi dilema dalam mengembangkan skalanya di ranah politik nasional. “Tools untuk progressive politics harus berbeda saat ini,” ujarnya.
Sementara itu, Panji Anugrah Permana menyoroti dinamika antara pluralisme dan oligarki dalam politik populis. Ia mempertanyakan bagaimana popular movement sering kali mengalami kesulitan dalam menyaingi konsolidasi elit politik. “Elit lebih punya insentif untuk bekerja sama dibandingkan dengan popular movement,” jelasnya. Ia juga menekankan bahwa ada optimisme dalam gerakan rakyat, namun masih perlu dipertimbangkan tantangan dalam mengembangkan kebijakan berbasis populisme.
Sebagai penulis buku, Luky Djani mengungkapkan bahwa populisme tidak hanya menjadi alat mobilisasi massa, tetapi juga menciptakan polarisasi dalam masyarakat. Ia menjelaskan bahwa populisme sering kali memberikan insentif kepada loyalis dan melakukan eksklusi terhadap kelompok tertentu. “Buku ini menulis peluang apa saja yang bisa dilakukan ketika terkepung dengan kekuatan oligarkis,” ujar Luky Djani. Ia juga menekankan pentingnya memperhatikan konstelasi politik agar dapat terus mendorong perubahan dan inovasi dalam sistem politik.
Diskusi ini ditutup dengan pesan inspiratif dari Luky Djani yang menyatakan bahwa masyarakat memiliki tanggung jawab untuk terus mengupayakan perubahan. “Saat ini, kita masih memiliki orang-orang yang mau berhimpun demi kebaikan, maka tanggung jawabnya ada di kita untuk menjadi ‘avengers’ yang baru,” tutupnya.
Acara ini tidak hanya memberikan wawasan baru tentang tantangan politik populis, tetapi juga membuka ruang dialog yang konstruktif bagi para peserta untuk memahami dinamika politik yang sedang berkembang di Indonesia. Dengan berakhirnya diskusi ini, diharapkan muncul pemikiran-pemikiran kritis baru yang dapat berkontribusi dalam memperkuat demokrasi dan kebijakan publik yang lebih inklusif.
Simak rekaman kegiatan bedah buku ini melalui tautan berikut: https://bit.ly/bedah-buku_20feb25