Liputan MediaGEDSI

[KOMPAS] Soal Freeport, Masyarakat Adat Ingin Dilibatkan

Foto penulis

2 Menit

JAKARTA, KOMPAS – Masyarakat adat pemegang hak ulayat di wilayah operasi PT Freeport Indonesia, Kabuaten Mimika, Papua, ingin dilibatkan dalam proses negosiasi. Mereka juga menginginkan hak kepemilikan saham perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut. Sejauh ini, Freeport menyatakan siap melepas sahamnya hingga 51 persen ke pihak Indonesia.

“Kami menyambut baik kesediaan Freeport melepas sahamnya hingga 51 persen kepada Indonesia. Kami ingin masyarakat adat di wilayah pertambangan Freeport punya hak kepemilikan dalam divestasi saham,” ujar Ketua Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) Odizeus Beanal, Senin (4/9), seusai bertemu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan di Jakarta. Menurut Odezius, selama ini masyarakat adat di Mimika tidak pernah dilibatkan dalam perjanjian kontrak karya antara PT Freeport Indonesia dengan Pemerintah Indonesia.

Oleh karena itu, dalam negosiasi, pihaknya ingin dilibatkan langsung dalam perundingan. “Selama ini kami hanya menerima dana pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR) yang sebetulnya itu sudah menjadi kewajiban perusahaan, ” kata Odizeus. Mengenai besaran saham, lanjut Odizeus, hal itu akan dibahas lebih lanjut dengan pihak pemerintah. Begitu pula soal mekanisme, apakah masyarakat adat memperoleh secara cuma-cuma atau harus membeli, masih dalam pembicaraan. Adapun jumlah dana CSR yang diterima masyarakat adat, katanya, berkisar Rp500 miliar hingga Rp1 triliun setiap tahun, berupa sarana dan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pengembangan ekonomi lokal.

Secara terpisah, peneliti kebijakan divestasi pada Article 33, lembaga riset untuk perubahan sosial, Iqbal Damanik, mengatakan, dalam sejumlah kasus divestasi saham di Indonesia, pemerintah daerah yang juga punya hak untuk membeli saham ditengarai tidak punya cukup dana. Skema saham cuma-cuma bisa menjadi jalan keluar. “Menurut perhitungan, ongkos divestasi terkadang tidak murah. Persoalannya, pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, maupun BUM daerah tak punya cukup dana untuk membeli saham. Jika dana itu diperoleh dari utang, dividen yang didapat (kalaupun ada) terkadang habis untuk membayar cicilan utang,” ujar Iqbal.

Sampai saat ini, kepemilikan saham Pemerintah Indonesia hanya 9.36 persen hingga 50 tahun operasi Freeport di Indonesia. Dengan aturan yang ada, Freeport wajib melepas sahamnya kepada peserta Indonesia dengan besaran tidak boleh kurang dari 51 persen.

 

Kami menyambut baik kesediaan Freeport melepas sahamnya hingga 51 persen kepada Indonesia. Ignasius Jonan 

https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20170905/281908773291223