JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memastikan tidak akan mengubah skema divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia. Proses valuasi saham untuk divestasi tersebut akan melibatkan tim penilai independen. Sejumlah pihak kembali menyerukan agar nilai saham tak memasukkan cadangan mineral.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Selasa (17/10 ), mengemukakan, divestasi saham Freeport Indonesia akan dilakukan bertahap. ”Tinggal prosesnya saja, mau dilakukan berapa lama, apakah (divestasi) selesai 2019 atau 2021,” katanya.
Ia mengatakan, pengelolaan 51 persen saham Freeport Indonesia sepenuhnya di tangan Indonesia. Kewajiban Freeport membangun smelter juga dipastikan tidak berubah.
Menurut Luhut, persoalan yang masih muncul kini terkait valuasi saham Freeport Indonesia. Dari hasil hitungan, total valuasi saham Freeport Indonesia mencapai 8 miliar dollar AS. Namun, pihak perusahaan menginginkan harga setinggi-tingginya. Terkait itu, valuasi saham akan mengikuti mekanisme pasar dengan melibatkan penilai independen. Penetapan penilai independen itu ditentukan pemerintah bersama perusahaan.
”Kalau kita berikan ke penilai independen, maka cukup adil. Kita cari solusi yang terbaik, ujar Luhut.
Menurut Luhut, dalam kunjungan ke Washington DC, Amerika Serikat, pekan lalu, pihaknya juga telah bertemu dengan The United States Secretary of Commerce Wilbur Ross dan menyampaikan sikap Pemerintah Indonesia terkait divestasi saham Freeport Indonesia.
”Saya sampaikan, divestasi saham 51 persen bukan untuk tawar-menawar. Itu sudah jadi hak Pemerintah Indonesia. Mereka tidak ada pertanyaan,” katanya.
Secara terpisah, Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies Budi Santoso mengatakan, rencana penunjukan tim independen penilai saham menjadi tak bermakna jika tim tersebut menilai dengan memasukkan cadangan mineral sampai 2041 atau hasil perpanjangan. Padahal, dalam kontrak yang ditandatangani Freeport, operasi perusahaan tersebut di Papua hanya sampai 2021.
”Konsep perhitungan tim independen ini yang penting. Dalam kontrak karya juga disebutkan bahwa mineral adalah milik negara dan Freeport sudah menyadari hal itu,” kata Budi.
Sampai saat ini, kepemilikan saham Pemerintah Indonesia hanya 9,36 persen hingga 50 tahun operasi Freeport di Indonesia. Dengan aturan yang ada, Freeport wajib melepas sahamnya kepada peserta Indonesia dengan besaran tidak boleh kurang dari 51 persen.
Pada 2015, Freeport pernah menawarkan 10,64 persen saham kepada Pemerintah Indonesia senilai 1,7 miliar dollar AS (setara Rp 22,6 triliun dengan nilai tukar Rp 13.300 per dollar AS). Saat itu, Freeport memasukkan cadangan mineral dengan asumsi masa operasi diperpanjang hingga tahun 2041. Menurut pemerintah ketika itu, nilai saham 10,64 persen itu setara dengan 600 juta dollar AS.
Saham daerah
Pemerintah daerah dan masyarakat adat di sekitar wilayah operasi Freeport di Timika, Papua, turut menuntut kepemilikan saham. Namun, apakah saham itu didapat secara cuma-cuma atau harus membeli, masih belum jelas. Mereka juga ingin dilibatkan dalam proses negosiasi antara pemerintah pusat dengan Freeport.
Peneliti kebijakan divestasi pada Article 33, lembaga riset untuk perubahan sosial, Iqbal Damanik, mengatakan, dalam sejumlah kasus divestasi saham di Indonesia, pemerintah daerah yang juga punya hak untuk membeli saham ditengarai tak punya cukup dana. Skema saham cuma-cuma bisa menjadi jalan keluar untuk itu.
(LKT/APO)
Halaman 19