EventDivisi Komunikasi dan PublikasiFord Foundation

Diskusi tentang Gaya Komunikasi dan Membuat Konten Aksesibel ala Ford Foundation

Foto penulis

2 Menit

Article 33 Indonesia mengikuti kegiatan diskusi bersama Vice President and Chief Communications Officer, Michele Moore dari Ford Foundation yang dilaksanakan secara hybrid pada Selasa (10/01/2023). Diskusi ini mengenai gaya komunikasi yang dapat dilakukan oleh lembaga non-profit dalam membahas topik sulit ketika berinteraksi dengan pemangku kepentingan, seperti pemerintah, perusahaan maupun komunitas. Pemilihan kata beserta angle yang tepat menjadi penting untuk membangun kesan baik dan kepercayaan dengan satu sama lain. Pada akhir sesi pemaparan dari Michele Moore, sebuah studi kasus diberikan kepada peserta yang hadir untuk mensimulasikan pertemuan pertama dengan pemerintahan pusat untuk berkolaborasi terkait kasus anti korupsi melalui pembuatan mekanisme transparansi dan akuntabilitas pada sektor industri ekstraktif. 

Ford Foundation sebagai organisasi independen yang bekerja mengatasi ketidaksetaraan dan membangun masa depan yang berlandaskan keadilan. Sudah lebih dari 85 tahun, organisasi ini telah mendukung para visioner dalam perubahan sosial di seluruh dunia. Oleh karena itu, Michele Moore mencoba untuk menekankan kembali pentingnya gaya berkomunikasi dalam mencapai tujuan baik bersama ke depannya.

Ford Foundation sendiri mengidentifikasikan tiga hal penting dalam berkomunikasi; Reputasi. Strategi, dan Cerita. Melalui Reputasi, Ford Foundation berperan dalam mendukung mengangkat dan melayani mitra penerima hibah dan mempengaruhi pendanaan. Melalui Strategi, dimulai dengan mengutamakan penerima hibah untuk memastikan bahwa pesan dan upaya komunikasi selaras dengan tujuan, kebutuhan, kepekaan, dan kapasitas mereka. Melalui Cerita, Platform Ford Foundation menjangkau 1 juta orang yang bercerita dalam memajukan program dan mengoptimalkan kapasitas penerima hibah. Disamping itu, Ford Foundation juga melakukan pekerjaan komunikasi seperti pers, opini, media sosial, situs email, video, laporan sebagai bentuk akuntabilitas publik.

Strategi dalam berkomunikasi dibutuhkan sebagai pendekatan utama terhadap audiens, sehingga dapat menjalin hubungan yang baik. Hal ini juga menjadi esensial dalam beberapa aspek, seperti mendorong pembuatan konten untuk mengkampanyekan dampak, pengaruh, pemikiran, kepemimpinan, inovasi dari organisasi, melakukan sebuah pengukuran untuk kemajuan komunikasi, dan mengelola risiko reputasi. Selain itu, kita harus memahami lingkungan komunikasi kita terlebih dahulu, seperti adanya kontrol kepemilikan dan pengaturan agenda,  sumberdaya terbatas dan rentan terhadap sesuatu, adanya kepentingan ekonomi, dan harus berhati-hati dalam menyelidiki cerita. 

Komunikasi pun tidak hanya meningkatkan reputasi, tetapi juga melindungi reputasi. Melindungi reputasi itu memang harus dipersiapkan, dimulai dari memahami konteks yang dibutuhkan, menjamin kesadaran staf-staf, menanggapi pertanyaan-pertanyaan pers dengan baik, dan proaktif dalam storytelling. Selain itu, kita juga harus mengantisipasi serangan, memonitor berita dan media sosial, menilai dan memverifikasi fakta, menyusun strategi untuk menentukan tingkat tanggapan, siapkan pesan-pesan yang mempunyai nilai, dan sejajarkan validator pihak ketiga. 

Michele Moore mencoba untuk menjelaskan bahwa komunikasi ini memiliki sebuah strategi untuk menghadapi segala tantangan dan resiko yang akan datang, karena tidak selamanya sebuah proses komunikasi itu lancar dan sesuai dengan apa yang kita harapkan. Selain itu, terkadang representasi lingkungan kita yang mencakup staff dan lainnya juga mempengaruhi reputasi atas organisasi kita sendiri. Oleh karena itu, kita harus menyiapkan segala cara untuk menciptakan komunikasi yang baik untuk mencapai apa yang kita tuju. [RSN]