Status hutan adat telah diakui oleh negara sebagai hutan hak sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 35/2012.2 Namun, pengakuan ini tidak serta-merta menekan angka deforestasi hutan adat yang mencapai 24,5 juta hektar dari total 55,5 juta hektar yang diperkirakan sebagai kawasan hutan adat (AMAN, 2013) dan angka penduduk miskin yang hidup di sekitar atau dalam kawasan hutan sebesar 48,8 juta jiwa, dengan mayoritas adalah masyarakat adat (Indradi, 2007).
Selama ini belum ada mobilisasi sumber dana domestik, baik di skala nasional maupun lokal, yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan sosial-ekonomi dan ekologi dari masyarakat adat.
Hutan adat (rimbo adat dalam bahasa lokal) Masyarakat Adat Datuk Sinaro Putih di
Kabupaten Bungo, dibentuk atas kekhawatiran beberapa orang dari dalam masyarakat adat
akan kelestarian hutan di wilayah ulayat mereka. Beberapa orang ini pada awalnya
adalah para perambah di hutan adat dari kalangan Masyarakat Adat Datuk Sinaro Putih yang rela untuk berhenti menebang kayu. Mereka sepakat menerapkan seperangkat aturan dan falsafah adat tentang pemanfaatan dan pengelolaan hutan adat. Pemanfaatan hutan dan sumber daya alam lainnya harus ditujukan untuk menopang kelangsungan hidup dan penghidupan anak cucu dan generasi mendatang.
Untuk mengetahui lebih dalam, unduh Catatan Kebijakan di link :
https://bit.ly/kompensasibungo