Kewajiban perusahaan pertambangan asing melakukan divestasi 51% sahamnya kepada pemerintah Indonesia dikhawatirkan akan menciptakan peluang korupsi hingga konflik kepentingan, demikian hasil penelitian dan pendapat seorang analis.
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 1/2017, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan IUP khusus (IUPK) dari pemodal asing hingga tahun ke-10, wajib melepas sahamnya paling sedikit 51% kepada peserta Indonesia.
Peserta Indonesia, demikian PP tersebut, adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan swasta nasional.
Hasil analisa Natural Resource Governance Institute, NRGI, menyebutkan aturan divestasi perusahaan pertambangan asing kepada pemerintah Indonesia dapat menciptakan peluang korupsi.
“Penjualan ekuitas pertambangan dapat menciptakan peluang bagi para pejabat untuk mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan masyarakat,” kata analis NRGI, David Manley dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (23/02).
Dia menambahkan, kebijakan divestasi juga dapat menciptakan risiko penyuapan dan konflik kepentingan.
“Misalnya, pejabat pemerintah mungkin mengatur penjualan kepada perusahaan swasta atau BUMN yang menerima manfaatnya adalah mereka sendiri, keluarga mereka atau rekan dekat mereka,” ungkap David.
Hasil penelitian LSM Article 33 Indonesia menunjukkan bahwa divestasi saham perusahaan pertambangan yang melibatkan kehadiran lembaga-lembaga negara itu rentan adanya praktik korupsi.
“Divestasi yang terjadi di tiga daerah, dua berpotensi korupsi atau diduga melakukan tindak korupsi,” kata peneliti LSM Article 33 Indonesia, Iqbal Damanik di Jakarta, Kamis (23/02).
PT Freeport dan divestasi
Usulan agar divestasi saham PT Freeport Indonesia diambil alih oleh Badan Usaha Milik Negara, BUMN, disuarakan berbagai kalangan. Alasannya, penguasaan negara atas mayoritas saham sudah diamanatkan dalam Konstitusi.
Sejauh ini, Kementerian BUMN menyatakan telah berminat dan siap membeli saham PT Freeport sesuai ketentuan tentang divestasi PT Freeport Indonesia.
Menurut Deputi bidang usaha pertambangan, industri strategis dan media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno, pihaknya akan membentuk konsorsium BUMN.
Sementara, Menteri Koordinator Kemaritiman Lubut Binsar Pandjaitan mengatakan, divestasi tidak hanya dilakukan oleh BUMN atau BUMD, tetapi bisa juga mengajak pihak swasta.
“Semua bisa kita dorong, swasta dan BUMN. Kenapa enggak? Yang kerja di Freeport banyak anak bangsa, sekitar 90 persen, itu kekuatan kita,” kata Luhut.
Bagaimanapun, PT Freeport Indonesia sejauh ini menyatakan sulit menerima syarat-syarat yang diajukan pemerintah Indonesia, termasuk soal divestasi 51 persen dan skema pajak.
Dalam keterangan resmi, Freeport menyatakan akan terus bernegosiasi dengan pemerintah Indonesia untuk mencapai kesepakatan agar memberikan manfaat bagi kedua belah pihak.
‘Kita akan bersikap’
Hari Kamis (23/02), Presiden Joko Widodo menegaskan dirinya akan bersikap apabila PT Freeport “sulit diajak bermusyawarah” tentang kelanjutan usaha produksinya di Papua.
“Kalau memang sulit diajak musyawarah dan sulit kita ajak berunding ya nanti kita akan bersikap,” kata Jokowi di hadapan wartawan di Jakarta.
Presiden menegaskan bahwa Indonesia ingin mencari solusi yang saling menang satu sama lain.
“Kita ingin ini dicarikan solusi menang-menang, dicarikan solusi yang win win kita ingin itu karena ini urusan bisnis,” katanya.
Sejauh ini, menurutnya, pihaknya masih menyerahkan urusan negosiasi tersebut kepada Menteri ESDM.
“Ya nanti dilihat ini ‘kan masih menteri masih berproses berunding dengan Freeport. Intinya itu aja kalau memang sulit diajak musyawarah dan sulit diajak berunding, saya akan bersikap tapi sekarang ini biar menteri dulu,” katanya.