Dari 20 kota/kabupaten yang memperoleh dana bagi hasil minyak dan gas terbesar, sebanyak 60 persennya memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) lebih rendah dari IPM Nasional. Selain itu, hampir separuhnya memiliki tingkat kemiskinan tinggi.
Menjadi daerah yang dianugerahi kekayaan sumber daya alam tak sepenuhnya berbanding lurus dengan kesejahteraan penduduknya. Sejumlah kota dan kabupaten yang dikenal sebagai daerah kaya minyak justru masih menghadapi persoalan kemiskinan yang tinggi dengan indeks pembangunan manusia masih rendah.
Berdasarkan data dana bagi hasil migas 2016 yang diperoleh dari Kementerian Keuangan dapat diketahui bahwa daerah kaya migas didominasi oleh wilayah di provinsi Riau dan sebagian kecil dari Sumatera Selatan. Lainnya tersebar di provinsi Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Papua Barat.
Setidaknya, terdapat hampir 20 kabupaten yang setiap tahunnya memperoleh jatah dana bagi hasil lebih dari Rp 100 miliar. Kabupaten Bojonegoro di Jawa Timur merupakan kabupaten dengan dana bagi hasil migas terbesar di Indonesia. Tak kurang dari Rp 728 miliar masuk ke APBD kabupaten tersebut. Selanjutnya, posisi kedua dan ketiga diisi oleh Kabupaten Bengkalis (Riau) dan Kabupaten Musi Banyuasin (Sumatera Selatan) dengan dana bagi hasil masing-masing sebesar Rp 723 miliar dan Rp 641 miliar.
Namun demikian, memperoleh bagi hasil migas tinggi tidak berarti mendatangkan kesejahteraan bagi penduduknya. Hasil analisis kami menemukan bahwa sebagian besar daerah kaya migas tersebut ternyata memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang lebih rendah dari IPM Nasional. Selain itu, jika dilihat dari tingkat kemiskinan, banyak dari daerah tersebut memiliki tingkat kemiskinan lebih tinggi dari rata-rata nasional.
IPM biasanya menjadi tolak ukur hasil pembangunan suatu wilayah dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan bagi setiap masyarakatnya. Rendahnya angka IPM di suatu wilayah mengindikasikan masih tertinggalnya pembangunan dan kualitas manusia di wilayah tersebut. Secara nasional, IPM Indonesia mencapai angka 70,2 dengan predikat tinggi pada 2016.
Sedangkan, di belasan kabupaten yang dikenal kaya migas justru memiliki IPM di bawah rata-rata nasional. Beberapa di antaranya adalah Bojonegoro, Musi Banyuasin dan Rokan Hilir dengan nilai masing-masing sebesar 66,7, 66,5 dan 67,5. Padahal ketiga kabupaten tersebut merupakan bagian dari lima kabupaten penerima dana bagi hasil migas terbesar.
Dilihat dari sisi kemiskinan, di daerah kaya migas ini juga terdapat temuan menarik. Hampir separuh dari 20 kabupaten/kota penerima dana bagi hasil migas terbesar, memiliki tingkat kemiskinan di atas agregat nasional. Fakta ini memperlihatkan bahwa suntikan dana hasil eksplorasi sumber daya alam belum mampu menurunkan angka kemiskinan di wilayah tersebut.
Kabupaten Bojonegoro dan Musi Banyuasin, yang berada pada urutan pertama dan ketiga justru memiliki kemiskinan yang cukup tinggi. Tingkat kemiskinan di daerah tersebut masing-masing 15,7 dan 18,4 persen. Kemiskinan tertinggi berada di Kabupaten Teluk Bintuni, provinsi Papua Barat. Dengan menempati urutan ke-19, daerah ini memiliki tingkat kemiskinan mencapai 36,7 persen atau tiga kali lipat dari rata-rata kemiskinan nasional. Selanjutnya Kepulauan Meranti di provinsi Riau, memiliki tingkat kemiskinan mencapai 34,1 persen.
Perlu ada penelusuran lebih lanjut apa yang menjadi penyebab tingginya kemiskinan di wilayah kaya migas karena masing-masing wilayah memiliki kondisi yang berbeda, baik dari sisi kondisi geografi maupun demografi.
Namun, dari sisi alokasi dana APBD di masing-masing wilayah dapat diketahui bahwa hampir 40 persen anggaran belanja di daerah kaya migas tersebut disalurkan untuk belanja pegawai, baik belanja langsung maupun tak langsung. Bahkan, porsi tertinggi untuk belanja pegawai adalah 61,7 persen yaitu Kota Dumai Provinsi Riau. Wilayah ini berada pada urutan ke-14 dalam daftar daerah kaya migas.
Sejatinya, alokasi anggaran menjadi salah satu kunci keberhasilan pembangunan termasuk juga pengentasan kemiskinan. Jika alokasi anggaran untuk pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan dinaikkan, maka jumlah angka kemiskinan di sejumlah wilayah tersebut bisa diturunkan.
***
Nazmi Haddyat Tamara adalah Data Analyst dan Statistician Katadata. Saat ini, dia mengisi posisi tim Data pada divisi Riset dan Data Katadata. Menempuh pendidikan pada jurusan Statistika dan telah berpengalaman dalam pengolahan dan analisis data pada berbagai topik.
Catatan:
Data Bagi Hasil (DBH) Migas diperoleh dari rilis Kementerian Keuangan tahun 2016. Data pendukung lainnya adalah Rincian APBD dari Kementerian Keuangan, Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2016 dan Tingkat Kemiskinan tahun 2015 (data terbaru yang tersedia baru sampai 2015) diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) masing-masing provinsi.
http://databoks.katadata.co.id/datablog/2017/06/02/kemiskinan-tinggi-di-daerah-kaya-migas