EventPendidikan

Hubungan Kualitas Pendidikan dan Kemiskinan, Temuan Awal Article 33 Indonesia pada Forum Kajian Pembangunan

Foto penulis

3 Menit

Forum Kajian Pembangunan (FKP) telah dilaksanakan secara daring pada Rabu (28/9/2022). Agenda kali ini bertemakan “Usaha Keluar dari Kemiskinan: Apakah Kualitas Pendidikan Penting? Temuan Awal dari Data IFLS” yang dipaparkan oleh Ciro Danuza sebagai perwakilan dari peneliti Article 33 Indonesia dan Lukman Hakim sebagai moderator diskusi. FKP  merupakan konsorsium kajian kebijakan yang didasarkan pada penelitian dan membahas topik-topik yang berkaitan dengan isu pembangunan. Penyelenggaraan FKP secara bergantian oleh institusi-institusi di Indonesia dengan kerjasama dengan The Indonesia Project dari Australian National University (ANU). 

Direktur Eksekutif Article 33 Indonesia, Santoso, dalam pengantar diskusi menyampaikan bahwasannya pembahasan tentang pendidikan dan kesejahteraan merupakan hal yang menarik. Keduanya merupakan isu besar yang sama pentingnya sehingga terus dibahas oleh berbagai pihak dari waktu ke waktu. Maka dari itu, studi ini akan memaparkan temuan-temuan awal studi yang akan dikembangkan di kemudian hari.

Pada awal diskusi, Lukman Hakim menyinggung posisi pendidikan pada individu. “Dalam teori Human Capital, pendidikan merupakan investasi individu untuk masa mendatang. Namun terdapat permasalahan bagi masyarakat miskin yang berada pada kondisi tidak mampu untuk mengeluarkan biaya bagi pendidikan” Ujarnya. Padahal, dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM) pendidikan merupakan hak seluruh warga negara. Maka dari itu, pendidikan seperti apa yang dibutuhkan?

Ciro Danuza menjelaskan bahwa motivasi awal dari penelitian ini adalah beberapa statement  dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dimana secara umum terdapat dua pendapat terkait dengan hubungan antara pendidikan dan kemiskinan. Pertama, pendidikan bukan merupakan faktor utama dalam upaya keluar dari kemiskinan. Namun, terdapat pendapat lain yang menyatakan bahwa capaian pendidikan merupakan faktor determinan dari kemiskinan. Berangkat dari hal tersebutlah penelitian ini dilaksanakan secara independen Oleh Article 33 Indonesia.

“Kondisi kemiskinan dapat menempatkan individu pada lingkaran kemiskinan dimana pendidikan yang didapat oleh masyarakat miskin tidak dapat memperbaiki perekonomian serta mendorong terjadinya mobilitas sosial” Ujar Ciro. Dijelaskan pada laporan dari UNESCO di tahun 2005 bahwasannya pendidikan yang berkualitas utamanya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kualitas guru, latar belakang lingkungan, kelengkapan fasilitas infrastruktur dan sekolah. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut menjadi perhatian dalam penelitian.

Studi yang menggunakan pisau analisa deskriptif dan ekonometrika ini menggunakan data Indonesia Family Life Survey (IFLS) dari Tahun 1993 dan 2014 dengan 2000 sampel individu. Penggunaan data IFLS di dua tahun tersebut dimaksudkan untuk menangkap mobilitas sosial masyarakat di berbagai tingkatan pendapatan. 

Temuan awal studi menunjukkan bahwa semakin baik kualitas pendidikan, maka persentase tingkat kesejahteraan semakin tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh 33 persen masyarakat yang mengalami peningkatan status ekonomi dimana persentase individu yang bersekolah tanpa bekerja dan memiliki tingkat pendidikan sarjana/diploma memiki presentasi yang lebih tinggi untuk keluar dari status miskin. 

Temuan lain dari penelitian berupa faktor-faktor di luar pendidikan yang juga mempengaruhi kesempatan untuk keluar dari kemiskinan. Diantaranya, mobilisasi ke daerah urban dan jumlah anggota keluarga di rumah. Selain itu tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan sehingga gender equality dalam pendidikan juga harus didorong. Menariknya, dalam temuan awal penelitian ini kualitas guru belum menjadi faktor yang signifikan dalam mendorong upaya keluar dari kemiskinan sehingga perbaikan kualitas guru harus terus  dilaksanakan seiring dengan hadirnya program kampus merdeka, merdeka belajar hingga merdeka mengajar. “Diharapkan temuan-temuan tersebut menjadi perhatian dalam kebijakan-kebijakan sektor pendidikan kedepannya” Ujar Ciro.

Kegiatan FKP kali ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai lembaga antara lain dari lembaga pemerintahan, Institusi swasta, universitas, lembaga swadaya masyarakat hingga masyarakat umum. Diantaranya, KemendikbudRistek, Kemenko Marves, Kemendagri Indonesia, Kementerian Keuangan, BPS, The Conversation Indonesia, Amar Bank, serta Mahasiswa Universitas Padjadjaran, Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoto, Univesitas Hasanuddin serta Universitas Indonesia. [HRS]