EventForum Kajian PembangunanRegional Development

Satu dekade Dana Desa, apakah menigkatkan kesejahteraan masyarakat desa?

Foto penulis

3 Menit


Pada Selasa, 10 September 2024 lalu, Article 33 Indonesia menyelenggarakan Forum Kajian Pembangunan seri pertama dalam serangkaian diskusi bertema “Satu Dekade Dana Desa, Apakah Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Desa?”. Acara ini berlangsung dari pukul 16.00 hingga 18.30 WIB melalui platform Zoom webinar dan dihadiri hampir oleh 100 peserta.

  • poster fkp seri ii 3
  • Poster FKP Seri II 1 1
  • Poster FKP Seri II 2 2

Forum ini menghadirkan tiga pembicara utama:

  1. Teguh Hadi Sulistiono, S.IP, M.Si, Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Dana Desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
  2. Arman Suparman, S.Fil, M.Si, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD).
  3. Yusuf Faisal M, Koordinator Divisi Education and Regional Development, Article 33 Indonesia.

Diskusi dibuka dengan sambutan dari Santoso selaku Direktur Eksekutif Article 33 Indonesia, dan Lydia Napitupulu selaku Sekretaris Forum Kajian Pembangunan. Selanjutnya, keynote speech diberikan oleh Monalisa Rumayar, S.Pt, M.Si, Asisten Deputi Pemberdayaan Kawasan dan Mobilitas Spasial, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), yang menekankan pentingnya sinergi antar lembaga dalam memaksimalkan manfaat Dana Desa.

Sesi pertama diawali oleh Yusuf Faisal M yang membahas tentang riset yang dilakukan oleh Article 33 Indonesia dengan judul “Dana Desa dan Dampaknya di Indonesia”. Evaluasi Program Dana Desa di akhir periode Presiden Joko Widodo ini membahas tentang analisis terhadap perkembangan regulasi sejak pertama kali diterapkan serta dampaknya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Penelitian ini juga menyoroti poin-poin penting untuk  memperkuat implementasi Dana Desa pada pemerintahan selanjutnya.

Kemudian, Teguh Hadi Sulistiono dari Kemendes PDTT memberikan paparan terkait “Kebijakan Prioritas Pemanfaatan Dana Desa”. Didalamnya mencakup penjelasan mengenai kebijakan Dana Desa yang salah satunya dipayungi oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) seperti Permendesa PDTT No 13 tahun 2023, yang mengatur petunjuk operasional terkait fokus penggunaan Dana Desa tahun 2024. Selain itu juga mencakup pembahasan tentang alokasi dana desa dari tahun ke tahun, formulasi pembagian dana desa, prioritas dalam penggunaannya, mekanisme monitoring serta evaluasi, hingga masalah penyimpangan penggunaan dana desa yang terjadi dalam tiga tahun terakhir.

Sesi ketiga diisi oleh Arman Suparman dari KPPOD yang membahas “Tatakelola Dana Desa: Gambaran Masalah dan Rekomendasi”. Disini digambaran mengenai masalah dalam desa membangun (pada aspek sosial, ekonomi, lingkungan, dan tata kelola), proses tata kelola yang baik, capaian indeks desa membangun, capaian pada tingkat kemiskinan penduduk desa, beberapa permasalahan yang masih dihadapi seperti akuntabilitas pemerintah desa dimana data menunjukkan korupsi Pemdes cenderung meningkat, yaitu sebanyak 22 kasus (2016) menjadi 187 Kasus (2023). Hal ini didukung oleh keterbatasan SDM dan juga menyoroti masalah struktural seperti kebijakan yang masih menempatkan desa sebagai objek sehingga dapat menghambat pelaksanaan otonomi desa.

Diskusi dalam forum ini berjalan interaktif, dengan berbagai pertanyaan dari peserta. Salah satu topik yang menarik adalah terkait dengan politisasi Dana Desa. Arman Suparman menegaskan bahwa politisasi kebijakan desa memang sulit dihindari mengingat kompleksitas kepentingan politik di Indonesia. Namun, kolaborasi antara masyarakat sipil dan pihak akademisi diperlukan untuk meminimalisir dampak negatifnya.

Pertanyaan lain yang diangkat adalah tentang efektivitas Dana Desa dalam mengurangi kemiskinan, mengingat adanya perbedaan antara pertumbuhan nominal Dana Desa dan inflasi. Yusuf Faisal M menanggapi bahwa meskipun ada penurunan alokasi Dana Desa secara riil, fleksibilitas penggunaan dana menjadi kunci untuk tetap memastikan bahwa desa dapat memanfaatkannya secara efektif dalam pembangunan lokal.

Teguh Hadi Sulistiono juga menekankan mekanisme penyaluran Dana Desa, yang dilakukan langsung dari Kementerian Keuangan ke rekening desa, tanpa perantara. Desa memiliki otonomi dalam merencanakan dan mengelola Dana Desa, namun tetap harus ada pertanggungjawaban yang jelas karena dana ini bersumber dari APBN.

Diskusi kali ini menyimpulkan bahwa selama satu dekade implementasi Dana Desa, terdapat banyak pencapaian, namun tantangan masih ada, terutama terkait tata kelola, politisasi, dan efektivitas dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Fleksibilitas regulasi dan peningkatan tata kelola dan kapasitas kepala desa dianggap sebagai kunci utama dalam optimalisasi pemanfaatan Dana Desa. Selain itu, pengawasan kolaboratif yang melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan aktor non-pemerintah sangat diperlukan untuk meminimalisir penyalahgunaan dan memastikan Dana Desa benar-benar memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat desa.

Yang paling penting adalah bagaimana kita perlu mengubah paradigma pembangunan desa dari yang sebelumnya menempatkan desa sebagai pinggiran menjadi pusat pembangunan. Seperti kata pepatah :

“Membangun Indonesia bukan hanya dari pusat, tetapi juga dari desa-desa di seluruh Nusantara”.